Jumat, 30 Maret 2012

PERJANJIAN


Perjanjian

       Perjanjian menerbitkan perikatan, perjanjian juga merupakan sumber perikatan.

Asas perjanjian :

1.Asas Terbuka
  • Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
  • Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”

 2.Asas Konsensualitas
Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.
Teori Konsensualitas (kesepakatan)  meliputi :
  • teori pernyataan 
a. perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan.
b.perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain
  • Teori Penawaran bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.
  • Asas kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
  • Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga).
SYARAT-SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN
Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
  • Syarat Subyektif :
1.     Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
2.     Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
  •  Syarat Obyektif  :
3.     Mengenai suatu hal tertentu;
4.     Suatu sebab yang halal.

Orang yang tidak cakap     
  • Orang –orang yang belum dewasa
  • Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
  • Mereka yang telah dinyatakan pailit;
  • Orang yang hilang ingatan.

1. Unsur Perjanjian
   Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif :
(1)    Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan;
(2)    Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran
(3)    Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
   Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
(1)    Kewajiban debitur untuk membayar utang;
(2)    Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab terhadap gugatan kreditur
(3)    Kewajiban debitur untuk membiarkan barang-barangnya dikenakan sitaan eksekusi (haftung)
2.Bagian dari Perjanjian
  • Essensialia
Bagian –bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.
  • Naturalia
Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya penanggungan.
  • Accidentalia
Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya. Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.



Kamis, 29 Maret 2012

Ganti Rugi

Ganti Rugi

Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi perikatan itu”. (pasal 1243 KUH Perdata).
ganti rugi terdiri dari biaya rugi dan bunga” (pasal 1244 s.d. 1246 KUH Perdata).
ganti rugi itu harus mempunyai hubungan langsung (hubungan kausal) dengan ingkar janji” (pasal 1248 KUH Perdata).
Ada kemungkinan bahwa ingkar janji itu bukan kesalahan debitur, tetapi keadaan memaksa (force mayeur) bagaimana ganti rugi itu diselesaikan oleh ajaran resiko.

Pedoman- pedoman yang diberikan Undang- undang jika terjadi keadaan memaksa adalah sebagai berikut :
“dalam perikatan untuk memberikan sesuatu tertentu, sejak perikatan akhir benda itu atas tanggungan kreditur. Jika debitur lalai menyerahkannya, sejak kelalaian itu benda tersebut menjadi tanggungan debitur” ( pasal 1237 KUHPerdata).
“debitur tidak membayar ganti rugi, jika ia berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, karena adanya keadaan memaksa” (pasal 1245 KUHPerdata).
“jika benda yang dijual berupa barang sudah ditentukan maka walaupun penyerahannya belum dilakukan sejak saat pemberian tanggung jawab ada pada debitur” (pasal 1460 KUHPerdata ).
debitur dibebaskan dari perikatan, jika sebelum ia lalai menyerahkan benda, benda itu musnah atau hilang “ (pasal 1444 KUHPerdata).

WANPRESTASI

Ingkar Janji (Wanprestatie)

wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada tiga macam, yaitu :
- Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur tidak tunai melaksanakan perikatan atau perjanjian
- Debitur terlambat memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan atau perjanjian

Dalam kata lain wanprestasi dapat berupa :
  • Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan
  • Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna
  • Malaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu
  • Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Ingkar atau Cidera Janji bisa dipahami dengan makna Suatu keadaan tidak terlaksananya suatu perjanjian dikarenakan  kesalahan/kelalaian para pihak atau salah satu pihak.



Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan karena ketika mengadakan perjanjian pihak- pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan dalam perikatan, waktu untuk melaksanakan prestasi ditentukan, cedera janji tidak terjadi dengan sendirinya.

Pernyataan Lalai (ingebreke stelling)
Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah kreditur dapat meminta ganti rugi atas biaya rugi dan bunga yang dideritanya. Adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur, maka Undang- undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebreke stelling).

“Lembaga “Pernyataan Lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada sesuatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji” (pasal 1238 KUH Perdata).

“ yang berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demikian perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa siberutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” (pasal 1238 KUH Perdata)

Bentuk- bentuk pernyataan lalai bermacam- macam, dapat dengan :

1. Surat Perintah (bevel)

yang dimaksud dengan surat perintah (bevel) adalah exploit juru sita. Exploit adalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur. Didalam praktek, yang ditafsirkan dengan exploit ini adalah “salinan surat peringatan” yang berisi perintah tadi, yang ditinggalkan juru sita pada debitur yang menerima peringatan. Jadi bukan perintah lisannya padahal “turunan” surat itu tadi adalah sekunder.

2. Akta Sejenis (soortgelijke akte)
Membaca kata- kata akta sejenis, maka kita mendapat kesan bahwa yang dimaksud dengan akta itu ialah akta atentik yang sejenis dengan exploit juru sita.

3. Demi Perikatan Sendiri

Perikatan mungkin terjadi apabila pihak- pihak menentukan terlebih dahulu saat adanya kelalaian dari debitur didalam suatu perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu.
Secara teoritis suatu perikatan lalai adalah tidak perlu, jadi dengan lampaunya suatu waktu, keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya.


Akibat kelalaian  debitur
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
 (Ganti Rugi ), menurut pasal 1243 KUHPerdata maka,
n      Biaya yaitu :  Segala pengeluaran atau perongkosan
                         nyata-nyata telah dikeluarkan oleh satu
                         pihak
n      Kerugian yi :  Kerugian karena kerusakan barang- 
                          barang kepunyaan kreditur yang
                          berakibat dari kelalaian debitur.
n      Bunga yaitu :  Kerugian yang berupa kehilangan
                          keuntungan yang sudah dibayarkan oleh
                          kreditur.
2. Pembatalan perjanjian
n      Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan.
3. Peralihan resiko
n      Menurut pasal 1460 KUH Per Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang-barang yang terjadi obyek perjanjian.
4. Membayar biaya perkara
n      Menurut pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.
Menurut pasal 1276 KUH Per, kreditur dapat menuntut:
n      Pemenuhan perjanjian
n      Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
n      Ganti rugi
n      Pembatalan perjanjian
n      Pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi


“Syarat Batal” Perjanjian


“Syarat Batal” Perjanjian

Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul sebagai berikut: jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian. Sebenarnya klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.

Pasal 1266 KUHPerdata:

“Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku.

Tentu saja keberlakuan prinsip ini tidak serta merta. Meskipun syarat batal dianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal.

Dalam banyak perjanjian pula pasal 1266 KUHPerdata tersebut seringkali dikesampingkan. Dalam praktek, banyak perjanjian memasukan klausul sebagai berikut: perjanjian ini mengesampingkan berlakunya pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Maksud dari klausul tersebut adalah agar para pihak dapat membatalkan perjanjiannya secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan. Karena pasal 1266 KUHPerdata berlaku secara mutlak, maka percuma saja memasukan klausul tersebut karena ujung-ujungnya pembatalan itu harus ditempuh juga lewat pengadilan. (Dadang Sukandar/http://legalakses.com).

OverMacht/Force majeur


OverMacht/Force majeur

n      Pengertian
    Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalagi debetur untuk memenuhi presentasinya, dimana debitur tidak dapat dipersoalkan dan dia tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat.
   Overmacht menghentikan perikatan dan berakibat:
n      Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi
n      Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib membayar ganti rugi
n      Resiko tidak beralih kepada debitur
n      Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.


Resiko
Adalah: Kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak.
1. Resiko pada Perjanjian sepihak
    Resiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.
2. Resiko pada Perjanjian timbal balik
 Perjanjian timbal balik dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena overmacht maka seolah–oleh perjanjian itu tidak pernah ada.


Akibat kelalaian Debitur


Akibat kelalaian  debitur
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
 (Ganti Rugi ), menurut pasal 1243 KUHPerdata maka,
n      Biaya yaitu :  Segala pengeluaran atau perongkosan
                         nyata-nyata telah dikeluarkan oleh satu
                         pihak
n      Kerugian yi :  Kerugian karena kerusakan barang- 
                          barang kepunyaan kreditur yang
                          berakibat dari kelalaian debitur.
n      Bunga yaitu :  Kerugian yang berupa kehilangan
                          keuntungan yang sudah dibayarkan oleh
                          kreditur.
2. Pembatalan perjanjian
n      Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan.
3. Peralihan resiko
n      Menurut pasal 1460 KUH Per Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang-barang yang terjadi obyek perjanjian.
4. Membayar biaya perkara
n      Menurut pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.
Menurut pasal 1276 KUH Per, kreditur dapat menuntut:
n      Pemenuhan perjanjian
n      Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
n      Ganti rugi
n      Pembatalan perjanjian
n      Pembatalan perjanjian ditambah ganti rugi


SYARAT-SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN

SYARAT-SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN
Ada 4 syarat yaitu : (pasal 1320 KUHPer)
Syarat Subyektif :
1. Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Syarat Obyektif :
3. Mengenai suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.

Orang yang tidak cakap
Orang –orang yang belum dewasa
Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
Mereka yang telah dinyatakan pailit;
Orang yang hilang ingatan.

Rabu, 28 Maret 2012

Menyusun Kontrak


Menyusun Kontrak
Struktur Isi Kontrak

 Judul Kontrak

Judul Kontrak sedikit berbeda dengan judul novel: mengindahkan gambaran hukum yang tegas dan formal, runut dan struktural, selaras dengan hubungan hukumnya itu sendiri, serta konsisten dengan seluruh isi bangunan kontrak.

Pembukaan: Tempat dan Waktu Pembuatan Kontrak

Tempat dan Waktu dibuatnya kontrak memang bukan merupakan syarat sahnya kontrak – sehingga ketiadaan penyebutan Tempat  dan Waktu tidak membuat kontrak itu menjadi tidak sah. Namun karena fungsinya untuk mengatur hubungan sekaligus sebagai alat bukti, maka demi ketegasan dan kepastian hukum sebaiknya kontrak juga menerangkan Tempat dan Waktu dibuatnya kontrak itu.

Subyek Hukum Kontrak

Subyek hukum kontrak merupakan PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA (komparisi) yang saling berjanji – yang biasanya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK.

Latar Belakang Kontrak

Dalam latar belakang kontrak dijelaskan secara resmi latar belakang mengapa diadakannya kontrak – bahwa suatu kontrak “hutang-piutang” bisa saja muncul dari transaksi jual-beli mobil yang cicilannya macet. Recital berisi klaim-klaim yang menjelaskan keadaan hukum sebelum terjadinya kontrak, sehingga keadaan tersebut bermuara pada kontrak yang akan ditandatangani.

Bentuk Hubungan Hukum

Pasal ini menegaskan inti dari bentuk hubungan hukum PARA PIHAK – apakah bentuknya hubungan jual-beli, sewa menyewa, atau hanya pinjam meminjam biasa.

Hak Dan Kewajiban PARA PIHAK

Bagian ini pada prinsipnya merinci lebih lanjut hak dan kewajiban utama PARA PIHAK yang muncul dari pasal tentang “Bentuk Hubungan Hukum” – menegaskan kembali hak dan kewajiban utama yang menjadi substansi kontrak.

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

Bagian Pelaksanaan Hak dan Kewajiban mengatur tentang bagaimana teknis pelaksanaan “Bentuk Hubungan Hukum” yang telah ditegaskan dalam pasal-pasal sebelumnya – bagaimana tata cara penyerahan mobil dan pembayaran harganya.

Force Majeur

Force Majeur atau keadaan memaksa (overmacht) merupakan keadaan dimana PARA PIHAK tidak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya karena disebabkan oleh suatu kejadian yang berada diluar kekuasaan PARA PIHAK untuk menanggulanginya, misalnya, bencana alam – gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor – kebakaran, perang, huru-hara, pemberontakan, wabah penyakit, tindakan pemerintah dibidang keuangan, dan lain-lain.

Addendum

Addendum merupakan ketentuan tambahan dari suatu kontrak yang merubah atau merinci lebih lanjut isi kontrak tersebut. Umumnya addendum lahir karena adanya kebutuhan dari PARA PIHAK dalam melaksanakan kontrak, misalnya kebutuhan untuk merinci lebih lanjut nilai belanja dari suatu proyek pembangunan jalan tol. PARA PIHAK melakukan musyawarah lebih lanjut tentang suatu bagian dari isi kontrak, lalu kesepakatnnya dituangkan kedalam sebuah addendum. Secara fisik addendum terpisah dari kontrak utamanya, tapi secara hukum suatu addendum melekat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kontrak utama.

Penyelesaian Perselisihan

Dalam pasal-pasal kontrak, PARA PIHAK dapat mempertegas tata cara penyelesaian perselisihan dengan lebih spesifik dan alternatif, dengan pertimbangan misalnya efektivitas dan efisiensi (penyelesaian secara rahasia, sederhana, cepat, dan biaya murah). PARA PIHAK dapat terlebih dahulu menyelesaikannya secara kekeluargaan melalui musyawarah (negosiasi), lalu meningkat pada mediasi, dan silahkan pilih arbitrase atau pengadilan jika memang PARA PIHAK telah benar-benar buntu.

Berakhirnya Kontrak

Karena kontrak merupakan sumber perikatan, maka dengan berakhirnya kontrak berakhir pula perikatannya. Dalam praktek, berakhirnya suatu kontrak dapat terjadi karena: seluruh hak dan kewajiban telah dilaksanakan – barangnya telah diserahkan dan uangnya telah dibayarkan, atau hutangnya telah dilunasi – perjanjian tersebut dibatalkan, atau bahkan kontrak itu sendiri yang menentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal berakhirnya kontrak.

Tanda Tangan

Dengan dibubuhinya tanda tangan, maka PARA PIHAK telah dianggap memberikan kesepakatannya tentang isi kontrak sehingga  PARA PIHAK telah terikat secara hukum satu sama lain dan hak dan kewajiban diantara mereka telah muncul – dalam hukum pembuktian, di meja sidang kontrak itu telah sah sebagai alat bukti tulisan. Jangan lupa menempelkan meterai diatas kertas dibawah tanda tangan. Banyak orang menyangka bahwa ketiadaan meterai akan membuat suatu kontrak tidak sah – alih-alih meterai dianggap sebagai syarat sahnya kontrak. Fungsi meterai terutama berkaitan dengan pajak, atau katakanlah sebagai “pajak dokumen” atas dokumen-dokumen yang diperuntukan sebagai alat bukti.

(Dadang Sukandar/http://legalakses.com).

HAPUSNYA PERJANJIAN


HAPUSNYA PERJANJIAN
(ps.1381 KUHPerdata)

1.      Karena pembayaran;
2.      Karena penawaran pembayaran;
3.      Karena pembaharuan utang/novatie;
4.      Karena perjumpaan utang/kompensasi;
5.      Karena percampuran utang;
6.      Karena musnahnya obyek;
7.      Karena pembebasan utang;
8.      Karena batal demi hukum atau dibatalkan;
9.      Karena berlakunya syarat batal;
10.  Karena daluarsa yang membebaskan.

Selasa, 27 Maret 2012

Mewakili Perusahaan Dalam Perjanjian


Mewakili Perusahaan Dalam Perjanjian

Dalam sebuah perjanjian, pihak-pihak yang menandatangani halaman terakhir perjanjian itu bisa “orang perorangan” bisa juga “badan hukum” (misalnya perusahaan Perseroan Terbatas). Jika yang menandatangani perjanjian itu orang perorangan maka untuk mengenali identitasnya tinggal lihat saja KTP-nya, beda halnya dengan penandatanganan perjanjian untuk mewakili perusahaan – yang memerlukan penelitian latar belakang yang lebih cermat.

Dalam hukum perdata, istilah “orang” selain diartikan orang perorangan bisa juga berarti badan hukum. Dalam pengertian orang perorangan, hukum memandang seseorang sebagai mahluk biologis. Dalam perjanjian, orang perorangan tersebut tampil mewakili dirinya sendiri. Secara pribadi orang itu (atau orang yang diwakilinya dengan kuasa) bertanggung jawab atas segala hak dan kewajiban yang muncul dari perjanjian yang ditandatanganinya.

Meskipun suatu perjanjian yang dibuat oleh badan hukum (misalnya Perseroan Terbatas) juga ditandatangani oleh orang perorangan sebagai mahluk biologis (katakanlah seorang Direktur), namun dalam perjanjian itu ia tidak mewakili dirinya sendiri, melainkan mewakili perusahaan sebagai sebuah legal entity. Ia menandatangani perjanjian itu untuk dan atas nama perusahaannya, sehingga segala hak dan kewajiban yang muncul tidak mengikatnya secara pribadi melainkan mengikat badan hukum perusahaan yang diwakilinya.

Orang yang dapat mewakili perusahaan pada prinsipnya adalah orang yang diberi hak oleh undang-undang untuk mewakili perusahaan itu. Dalam badan hukum Perseroan Terbatas, Direksi mempunyai hak untuk mewakili badan hukum tersebut baik di dalam maupun di diluar pengadilan – termasuk menandatangani perjanjian atas nama perusahaan.

Selain Direksi, pihak-pihak lain juga dapat menandatangani perjanjian atas nama badan hukum Perseroan Terbatas selama orang itu mendapatkan kuasa dari Direksi. Misalnya, seorang Manajer Sumber Daya Manusia dapat menandatangani perjanjian kerja dengan para karyawan suatu perusahaan selama tindakannya itu berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Direksi – yang biasanya sudah tercantum dalam surat tugasnya ketika diangkat sebagai manajer. Semua perjanjian kerja yang dibuatnya atas nama perusahaan dengan demikian mengikat perusahaan yang diwakilinya.

Dalam perjanjian, unsur-unsur para pihak (recital) yang perlu ditegaskan antara lain:
Nama lengkap para pihak.
Pekerjaan para pihak, atau jabatan para pihak di perusahaan jika tidak berkedudukan sebagai Direksi.
Alamat para pihak. Jika perjanjian itu atas nama perusahaan, maka yang dicantumkan dalam perjanjian adalah alamat perusahaan.
Nomor KTP para pihak (opsional).
Atas nama siapa para pihak bertindak – atas namanya sendiri atau mewakili pihak lain. Jika mewakili pihak lain maka sebutkan juga dasar mewakilinya – misalnya surat kuasa.
Sebagai apa para pihak dalam perjanjian itu.

Perhatikan contoh recital (para pihak) berikut ini:

Contoh para pihak orang perorangan

Pada hari ini, Rabu, 20 April 2010, yang bertanda tangan di bawah ini:

Umar Khadafi, Pengusaha, beralamat di Jalan Lurus No. 13, Lebak Fulus, Jakarta Selatan, Nomor KTP: xxxxxxxxxxxxxxx, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;


Rusni Mubarak, Pengusaha, beralamat di Jalan Buntu No. 27, Kecamatan Gendongdia, Jakarta Pusat, Nomor KTP: xxxxxxxxxxxxxxx, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;

Recital para pihak yang mewakili pihak lain (perusahaan)

Pada hari ini, Rabu, 20 April 2010, yang bertanda tangan di bawah ini:


Umar Khadafi, Direktur, bertindak untuk dan atas nama PT. Bangga Usaha Mandiri, beralamat di Jalan Lurus No. 13, Lebak Fulus, Jakarta Selatan, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;


Rusni Mubarak, Swasta, bertindak untuk dan atas nama PT. Maju Senang Mundur Senang berdasarkan surat kuasa tanggal 12 April 2011, beralamat di Jalan Buntu No. 27, Kecamatan Gendongdia, Jakarta Pusat, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;

(Dadang Sukandar/http://legalakses.com).

Struktur Isi Kontrak


Menyusun Kontrak
Struktur Isi Kontrak

 Judul Kontrak

Judul Kontrak sedikit berbeda dengan judul novel: mengindahkan gambaran hukum yang tegas dan formal, runut dan struktural, selaras dengan hubungan hukumnya itu sendiri, serta konsisten dengan seluruh isi bangunan kontrak.

Pembukaan: Tempat dan Waktu Pembuatan Kontrak

Tempat dan Waktu dibuatnya kontrak memang bukan merupakan syarat sahnya kontrak – sehingga ketiadaan penyebutan Tempat  dan Waktu tidak membuat kontrak itu menjadi tidak sah. Namun karena fungsinya untuk mengatur hubungan sekaligus sebagai alat bukti, maka demi ketegasan dan kepastian hukum sebaiknya kontrak juga menerangkan Tempat dan Waktu dibuatnya kontrak itu.

Subyek Hukum Kontrak

Subyek hukum kontrak merupakan PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA (komparisi) yang saling berjanji – yang biasanya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK.

Latar Belakang Kontrak

Dalam latar belakang kontrak dijelaskan secara resmi latar belakang mengapa diadakannya kontrak – bahwa suatu kontrak “hutang-piutang” bisa saja muncul dari transaksi jual-beli mobil yang cicilannya macet. Recital berisi klaim-klaim yang menjelaskan keadaan hukum sebelum terjadinya kontrak, sehingga keadaan tersebut bermuara pada kontrak yang akan ditandatangani.

Bentuk Hubungan Hukum

Pasal ini menegaskan inti dari bentuk hubungan hukum PARA PIHAK – apakah bentuknya hubungan jual-beli, sewa menyewa, atau hanya pinjam meminjam biasa.

Hak Dan Kewajiban PARA PIHAK

Bagian ini pada prinsipnya merinci lebih lanjut hak dan kewajiban utama PARA PIHAK yang muncul dari pasal tentang “Bentuk Hubungan Hukum” – menegaskan kembali hak dan kewajiban utama yang menjadi substansi kontrak.

Pelaksanaan Hak dan Kewajiban

Bagian Pelaksanaan Hak dan Kewajiban mengatur tentang bagaimana teknis pelaksanaan “Bentuk Hubungan Hukum” yang telah ditegaskan dalam pasal-pasal sebelumnya – bagaimana tata cara penyerahan mobil dan pembayaran harganya.

Force Majeur

Force Majeur atau keadaan memaksa (overmacht) merupakan keadaan dimana PARA PIHAK tidak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya karena disebabkan oleh suatu kejadian yang berada diluar kekuasaan PARA PIHAK untuk menanggulanginya, misalnya, bencana alam – gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor – kebakaran, perang, huru-hara, pemberontakan, wabah penyakit, tindakan pemerintah dibidang keuangan, dan lain-lain.

Addendum

Addendum merupakan ketentuan tambahan dari suatu kontrak yang merubah atau merinci lebih lanjut isi kontrak tersebut. Umumnya addendum lahir karena adanya kebutuhan dari PARA PIHAK dalam melaksanakan kontrak, misalnya kebutuhan untuk merinci lebih lanjut nilai belanja dari suatu proyek pembangunan jalan tol. PARA PIHAK melakukan musyawarah lebih lanjut tentang suatu bagian dari isi kontrak, lalu kesepakatnnya dituangkan kedalam sebuah addendum. Secara fisik addendum terpisah dari kontrak utamanya, tapi secara hukum suatu addendum melekat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kontrak utama.

Penyelesaian Perselisihan

Dalam pasal-pasal kontrak, PARA PIHAK dapat mempertegas tata cara penyelesaian perselisihan dengan lebih spesifik dan alternatif, dengan pertimbangan misalnya efektivitas dan efisiensi (penyelesaian secara rahasia, sederhana, cepat, dan biaya murah). PARA PIHAK dapat terlebih dahulu menyelesaikannya secara kekeluargaan melalui musyawarah (negosiasi), lalu meningkat pada mediasi, dan silahkan pilih arbitrase atau pengadilan jika memang PARA PIHAK telah benar-benar buntu.

Berakhirnya Kontrak

Karena kontrak merupakan sumber perikatan, maka dengan berakhirnya kontrak berakhir pula perikatannya. Dalam praktek, berakhirnya suatu kontrak dapat terjadi karena: seluruh hak dan kewajiban telah dilaksanakan – barangnya telah diserahkan dan uangnya telah dibayarkan, atau hutangnya telah dilunasi – perjanjian tersebut dibatalkan, atau bahkan kontrak itu sendiri yang menentukan suatu waktu tertentu sebagai tanggal berakhirnya kontrak.

Tanda Tangan

Dengan dibubuhinya tanda tangan, maka PARA PIHAK telah dianggap memberikan kesepakatannya tentang isi kontrak sehingga  PARA PIHAK telah terikat secara hukum satu sama lain dan hak dan kewajiban diantara mereka telah muncul – dalam hukum pembuktian, di meja sidang kontrak itu telah sah sebagai alat bukti tulisan. Jangan lupa menempelkan meterai diatas kertas dibawah tanda tangan. Banyak orang menyangka bahwa ketiadaan meterai akan membuat suatu kontrak tidak sah – alih-alih meterai dianggap sebagai syarat sahnya kontrak. Fungsi meterai terutama berkaitan dengan pajak, atau katakanlah sebagai “pajak dokumen” atas dokumen-dokumen yang diperuntukan sebagai alat bukti.

(Dadang Sukandar/http://legalakses.com).

Contoh Perjanjian Perkawinan


Contoh Perjanjian Perkawinan ; legalakses.com

PERJANJIAN PERKAWINAN

Pada hari ini, Kamis tanggal 1 April 2010, di Jakarta, yang bertanda tangan di bawah ini:
Amran Kamil, pekerjaan swasta, beralamat di Jalan Limau No. 5, Cinere, Jakarta Selatan, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP): xxxxxxxxxxxxxxx, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;
Swastika Sutedja, pekerjaan swasta, beralamat di Jalan Pucuk Dicinta Nomor 18, Kemayoran, Jakarta Pusat, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP): xxxxxxxxxxxxxxx, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara bersama-sama selanjutnya disebut PARA PIHAK. PARA PIHAK terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut:
Bahwa, PIHAK PERTAMA selain memiliki pekerjaan tetap sebagai “Manajer Marketing & Sales” pada PT. Limas Agro Sawit, juga memiliki usaha mandiri diluar pekerjaan tetapnya tersebut berupa perdagangan bibit kelapa sawit;

Bahwa, PIHAK PERTAMA telah memiliki sebuah apartemen yang terletak di lantai 7 nomor 709 Apartemen Green Megah, Jalan Fatmawati Raya No. 11, Cilandak, Jakarta Selatan dan sebuah mobil Toyota Vios 1.5 G AT Tahun Pembuatan 2006 Nomor Polisi B 3456 OK;

Bahwa, PIHAK KEDUA selain memiliki pekerjaan tetap sebagai “Manajer Keuangan” PT. Lintas Nusantara Food, juga memiliki usaha mandiri diluar pekerjaan tetapnya tersebut berupa restauran “Bara Steak & Ribs”;

Bahwa, PIHAK KEDUA telah memiliki sebidang tanah seluas 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi) yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 43, Depok, Jawa Barat dan sebuah mobil Honda Jazz warna putih tahun pembuatan 2008 Nomor Polisi D 1234 KO;

Bahwa, PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA akan saling mengikatkan diri dalam sebuah perkawinan;

Bahwa, PARA PIHAK telah sepakat untuk mengadakan pembagian hak-hak atas harta milik PARA PIHAK di dalam perkawinan yang keadaanya akan diatur dalam perjanjian ini.

Selanjutnya, untuk maksud seperti yang telah diuraikan diatas, PARA PIHAK sepakat untuk membuat PERJANJIAN PERKAWINAN ini dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 1
Definisi

Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan:
“Harta Bersama” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan;
“Harta Asal” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sebelum perkawinan;
“Hadiah” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari hadiah;
“Waris” adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari warisan;
“Hibah” adalah adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA selama berlangsungnya perkawinan yang berasal dari hibah.

Pasal 2
Pelepasan Hak Atas Harta Perkawinan

(1) PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk tidak menuntut baik sebagain maupun seluruhnya hak atas Harta Asal, Hadiah, dan Waris yang diperoleh PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya hak atas Harta Asal, Hadiah dan Waris yang diperoleh PIHAK PERTAMA selama berlangsungnya perkawinan diantara PARA PIHAK;

(2) PIHAK PERTAMA dengan ini sepakat untuk melepaskan haknya dalam perkawinan atas sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini sepakat untuk melepaskan haknya dalam perkawinan atas sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK PERTAMA, yang keadaannya akan diatur dalam perjanjian ini;

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatas dilaksanakan dengan tanpa mengenyampingkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Pasal 3
Hak PARA PIHAK

(1) Hak PIHAK PERTAMA atas Harta Asal, Hadiah, Waris dan sebagian Harta Bersama

a. PIHAK KEDUA sepakat untuk mengakui Harta Asal PIHAK PERTAMA  sebagai hak PIHAK PERTAMA dan tidak akan menuntut Harta Asal tersebut sebagai Harta Bersama, yaitu yang meliputi:

- Sebuah apartemen yang terletak di lantai 7 Apartemen Green Megah, Jalan Fatmawati Raya Nomor 11, Cilandak, Jakarta Selatan, atas nama PIHAK PERTAMA;

- Sebuah kendaraan roda empat merek Toyota Vios 1.5 G AT Tahun Pembuatan 2006 Nomor Polisi B 3456 OK, atas nama PIHAK PERTAMA.

b. PIHAK KEDUA sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya atas harta yang diperoleh PIHAK PERTAMA yang berasal dari Hadiah dan Waris;

c. PIHAK KEDUA sepakat untuk tidak menuntut sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK PERTAMA yang berasal dari usaha mandiri PIHAK PERTAMA berupa usaha perdagangan bibit sawit.

(2) Hak PIHAK KEDUA atas Harta Asal, Hadiah, Waris dan sebagian Harta Bersama

a. PIHAK PERTAMA sepakat untuk mengakui Harta Asal PIHAK KEDUA sebagai hak PIHAK KEDUA dan tidak akan menuntut Harta Asal tersebut sebagai Harta Bersama, yaitu yang meliputi

- Sebidang tanah seluas 150 m2 (seratus lima puluh meter persegi) yang terletak di Jalan Margonda Raya Nomor 43, Depok, Jawa Barat;

- Sebuah mobil Honda Jazz warna putih tahun pembuatan 2008 Nomor Polisi D 1234 KO;

b. PIHAK PERTAMA sepakat untuk tidak menuntut baik sebagian maupun seluruhnya atas harta yang diperoleh PIHAK KEDUA yang berasal dari Hadiah dan Waris;

c. PIHAK PERTAMA sepakat untuk tidak akan menuntut sebagian Harta Bersama yang diperoleh PIHAK KEDUA yang berasal dari usaha restaurant “Bara Steak & Ribs” milik PIHAK KEDUA.

Pasal 4
Jangka Waktu Perjanjian

PERJANJIAN PERKAWINAN ini berlaku selama berlangsungnya perkawinan diantara PARA PIHAK.

Pasal 5
Penyelesaian Perselisihan

(1)Apabila timbul perselisihan diantara PARA PIHAK sebagai akibat dari pelaksanaan perjanjian ini, PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan kekeluargaan;

(2) Apabila penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan tidak mencapai kata sepakat, PARA PIHAK sepakat untuk melakukan mediasi dengan melibatkan pihak lain sebagai mediator yang berasal dari keluarga PIHAK PERTAMA dan/atau keluarga PIHAK KEDUA;

(3) Apabila penyelesaian secara mediasi sebagaimana dimaksud ayat (2) diatas tidak mencapai kesepakatan, maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara hukum di kantor Pengadilan Agama.

Demikian perjanjian ini dibuat dalam 2 (dua) rangkap bermeterai cukup, PARA PIHAK mendapat satu rangkap yang kesemuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.



PARA PIHAK,

PIHAK PERTAMA                                                   PIHAK KEDUA



Swastika Sutedja Amran Kamil



SAKSI-SAKSI

SAKSI 1                                                                  SAKSI 2