wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada tiga macam, yaitu :
- Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur tidak tunai melaksanakan perikatan atau perjanjian
- Debitur terlambat memenuhi perikatan atau perjanjian
- Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan atau perjanjian
Dalam kata lain wanprestasi dapat berupa :
- Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukan
- Melaksanakan apa yang diperjanjikan tapi tidak sempurna
- Malaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak tepat waktu
- Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam kenyataannya, sukar menentukan saat debitur dikatakan tidak memenuhi perikatan karena ketika mengadakan perjanjian pihak- pihak tidak menentukan waktu untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Bahkan dalam perikatan, waktu untuk melaksanakan prestasi ditentukan, cedera janji tidak terjadi dengan sendirinya.
Pernyataan Lalai (ingebreke stelling)
Akibat yang sangat penting dari tidak dipenuhinya perikatan ialah kreditur dapat meminta ganti rugi atas biaya rugi dan bunga yang dideritanya. Adanya kewajiban ganti rugi bagi debitur, maka Undang- undang menentukan bahwa debitur harus terlebih dahulu dinyatakan berada dalam keadaan lalai (ingebreke stelling).
“Lembaga “Pernyataan Lalai” ini adalah merupakan upaya hukum untuk sampai kepada sesuatu fase, dimana debitur dinyatakan “ingkar janji” (pasal 1238 KUH Perdata).
“ yang berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akte sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demikian perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa siberutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan” (pasal 1238 KUH Perdata)
Bentuk- bentuk pernyataan lalai bermacam- macam, dapat dengan :
1. Surat Perintah (bevel)
yang dimaksud dengan surat perintah (bevel) adalah exploit juru sita. Exploit adalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur. Didalam praktek, yang ditafsirkan dengan exploit ini adalah “salinan surat peringatan” yang berisi perintah tadi, yang ditinggalkan juru sita pada debitur yang menerima peringatan. Jadi bukan perintah lisannya padahal “turunan” surat itu tadi adalah sekunder.
2. Akta Sejenis (soortgelijke akte)
Membaca kata- kata akta sejenis, maka kita mendapat kesan bahwa yang dimaksud dengan akta itu ialah akta atentik yang sejenis dengan exploit juru sita.
3. Demi Perikatan Sendiri
Perikatan mungkin terjadi apabila pihak- pihak menentukan terlebih dahulu saat adanya kelalaian dari debitur didalam suatu perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu.
Secara teoritis suatu perikatan lalai adalah tidak perlu, jadi dengan lampaunya suatu waktu, keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya.
Akibat kelalaian
debitur
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
(Ganti Rugi ), menurut pasal 1243
KUHPerdata maka,
n Biaya yaitu : Segala
pengeluaran atau perongkosan
nyata-nyata
telah dikeluarkan oleh satu
pihak
n
Kerugian yi : Kerugian karena kerusakan barang-
barang
kepunyaan kreditur yang
berakibat
dari kelalaian debitur.
n
Bunga yaitu : Kerugian yang berupa kehilangan
keuntungan
yang sudah dibayarkan oleh
kreditur.
2. Pembatalan
perjanjian
n
Menurut
pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula sebelum
perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan.
3. Peralihan
resiko
n
Menurut
pasal 1460 KUH Per Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi
suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang-barang
yang terjadi obyek perjanjian.
4. Membayar
biaya perkara
n
Menurut
pasal 181 HIR bahwa pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara.
Menurut pasal 1276 KUH Per, kreditur dapat menuntut:
n
Pemenuhan
perjanjian
n
Pemenuhan
perjanjian disertai ganti rugi
n
Ganti
rugi
n
Pembatalan
perjanjian
n
Pembatalan
perjanjian ditambah ganti rugi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar