Mewakili
Perusahaan Dalam Perjanjian
Dalam
sebuah perjanjian, pihak-pihak yang menandatangani halaman terakhir perjanjian
itu bisa “orang perorangan” bisa juga “badan hukum” (misalnya perusahaan
Perseroan Terbatas). Jika yang menandatangani perjanjian itu orang perorangan
maka untuk mengenali identitasnya tinggal lihat saja KTP-nya, beda halnya
dengan penandatanganan perjanjian untuk mewakili perusahaan – yang memerlukan
penelitian latar belakang yang lebih cermat.
Dalam hukum perdata, istilah “orang” selain
diartikan orang perorangan bisa juga berarti badan hukum. Dalam pengertian
orang perorangan, hukum memandang seseorang sebagai mahluk biologis. Dalam
perjanjian, orang perorangan tersebut tampil mewakili dirinya sendiri. Secara
pribadi orang itu (atau orang yang diwakilinya dengan kuasa) bertanggung jawab
atas segala hak dan kewajiban yang muncul dari perjanjian yang
ditandatanganinya.
Meskipun suatu perjanjian yang dibuat oleh
badan hukum (misalnya Perseroan Terbatas) juga ditandatangani oleh orang perorangan
sebagai mahluk biologis (katakanlah seorang Direktur), namun dalam perjanjian
itu ia tidak mewakili dirinya sendiri, melainkan mewakili perusahaan sebagai
sebuah legal entity. Ia menandatangani perjanjian itu untuk dan atas nama
perusahaannya, sehingga segala hak dan kewajiban yang muncul tidak mengikatnya
secara pribadi melainkan mengikat badan hukum perusahaan yang diwakilinya.
Orang yang dapat mewakili perusahaan pada
prinsipnya adalah orang yang diberi hak oleh undang-undang untuk mewakili perusahaan
itu. Dalam badan hukum Perseroan Terbatas, Direksi mempunyai hak untuk mewakili
badan hukum tersebut baik di dalam maupun di diluar pengadilan – termasuk
menandatangani perjanjian atas nama perusahaan.
Selain Direksi, pihak-pihak lain juga
dapat menandatangani perjanjian atas nama badan hukum Perseroan Terbatas selama
orang itu mendapatkan kuasa dari Direksi. Misalnya, seorang Manajer Sumber Daya
Manusia dapat menandatangani perjanjian kerja dengan para karyawan suatu
perusahaan selama tindakannya itu berdasarkan kuasa yang diberikan oleh Direksi
– yang biasanya sudah tercantum dalam surat tugasnya ketika diangkat sebagai
manajer. Semua perjanjian kerja yang dibuatnya atas nama perusahaan dengan
demikian mengikat perusahaan yang diwakilinya.
Dalam perjanjian, unsur-unsur para pihak (recital)
yang perlu ditegaskan antara lain:
Nama lengkap para pihak.
Pekerjaan para pihak, atau jabatan para
pihak di perusahaan jika tidak berkedudukan sebagai Direksi.
Alamat para pihak. Jika perjanjian itu
atas nama perusahaan, maka yang dicantumkan dalam perjanjian adalah alamat
perusahaan.
Nomor KTP para pihak (opsional).
Atas nama siapa para pihak bertindak –
atas namanya sendiri atau mewakili pihak lain. Jika mewakili pihak lain maka
sebutkan juga dasar mewakilinya – misalnya surat kuasa.
Sebagai apa para pihak dalam perjanjian
itu.
Perhatikan contoh recital (para pihak) berikut
ini:
Contoh para pihak orang perorangan
Pada hari ini, Rabu, 20 April 2010, yang
bertanda tangan di bawah ini:
Umar Khadafi, Pengusaha, beralamat di
Jalan Lurus No. 13, Lebak Fulus, Jakarta Selatan, Nomor KTP: xxxxxxxxxxxxxxx, selanjutnya
dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;
Rusni Mubarak, Pengusaha, beralamat di
Jalan Buntu No. 27, Kecamatan Gendongdia, Jakarta Pusat, Nomor KTP: xxxxxxxxxxxxxxx,
selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;
Recital para pihak yang mewakili pihak
lain (perusahaan)
Pada hari ini, Rabu, 20 April 2010, yang
bertanda tangan di bawah ini:
Umar Khadafi, Direktur, bertindak untuk
dan atas nama PT. Bangga Usaha Mandiri, beralamat di Jalan Lurus No. 13, Lebak
Fulus, Jakarta Selatan, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK PERTAMA;
Rusni Mubarak, Swasta, bertindak untuk dan
atas nama PT. Maju Senang Mundur Senang berdasarkan surat kuasa tanggal 12
April 2011, beralamat di Jalan Buntu No. 27, Kecamatan Gendongdia, Jakarta
Pusat, selanjutnya dalam perjanjian ini disebut PIHAK KEDUA;
(Dadang Sukandar/http://legalakses.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar